Yan Warinussy Minta Pangdam Kasuari dan Kapolda PB Tindak Tegas Oknum Anggotanya Bermain “Uang Keamanan”
4 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Sejumlah oknum anggota TNI dan Polri diduga meresahkan penambang emas di sekitaran aliran Sungai Wasirawi di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Hal ini dikarenakan oknum-oknum tersebut selalu meminta upeti yang sudah dipatok nilai rupiahnya dengan dalih atas perintah Panglima XVIII Kasuari dan Kapolda Papua Barat.
Akibat ulah oknum anggota itu, para penambang emas melaporkan hal ini kepada pemilik wilayah dan tanah adat atau hak ulayat yang tanahnya sedang dieksploitasi oleh kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI).
Atas kasus meminta upeti kepada penambang emas, Musa Mandacan dan Sebelum Mandacan bersama keluarganya dari wilayah adat Meyah, Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari meminta bantuan hukum kepada Advokat Yan Christian Warinussy, SH, Sabtu (27/1/2024) untuk menyelesaikan keresahan warga soal masalah upeti tersebut.
Ketua Dewan Adat Tujuh Wilayah Suku Meyah di Distrik Masni dan Sidey, sementara Sebelum Mandacan pemilik wilayah dan tanah adat yang tanahnya sedang dieksploitasi kegiatan PETI. Mereka menduga wilayahnya “disusupi” oleh sejumlah oknum anggota TNI dan Polri.
Kedatangan kedua tokoh masyarakat ini (Musa Mandacan dan Sebelum Mandacan) untuk minta bantuan hukuk ke pemerhati tanah Papua, yang juga sebagai advokat, Yan Christian Warinussy mengungkapkan bahwa oknum-oknum anggota TNI dan Porli selalu meminta “uang keamanan” sebesar Rp 10 juta hingga Rp 30 juta per excavator setiap bulan, sekaligus oknum-oknum tersebut juga mengaku memberikan jaminan tidak akan ada operasi penyisiran.
“Pada Sabtu 27 Januari kemarin (Sabtu) telah datang dan meminta bantuan hukum kepada saya Advokat Yan Christian Warinussy, yakni saudara Musa Mandacan dan Sebelum Mandacan serta keluarganya dari wilayah adat Meyah di Distrik Masni dan Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat,” kata Advokat Yan Christian Warinussy, S.H dalam keterangannya diterima TOP-NEWS.id, Senin (29/1/2024).
Dikatakan Yan, kedatangan Musa Mandacan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Adat Tujuh Wilayah Suku Meyah di Distrik Masni dan Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Sementara, Sebelum Mandacan sebagai salah satu pemilik wilayah dan Tanah Adat.
“Diduga keras “disusupi” oleh sejumlah oknum anggota TNI yang selalu mengatasnamakan Pangdam XVIII Kasuari serta beberapa oknum aparat Polri yang seringkali mengatasnamakan Kapolda Papua Barat. Rupanya oknum-oknum anggota TNI tersebut sering mendatangi para mitra usaha dari para pemilih ulayat adat di sekitar daerah aliran Sungai Wasirawi untuk meminta “uang keamanan”,” ungkap Yan mengutip laporan dari kliennya.
Yan menjelaskan bahwa para oknum aparat itu beralasan uang keamanan tersebut memberikan rasa aman dan tidak ada penyisiran, namun nyatanya sejumlah pekerja tambang justru diciduk oleh aparat hingga mendekam di penjara dengan menjalani proses hukum persidangan di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B.
“Saya telah menerima permintaan bantuan hukum dari para pemilik hak ulayat tersebut dan telah mengetahui nama oknum-oknum anggota TNI dan Polri yang sangat meresahkan tersebut,” tuturnya.
“Sebagai advokat dan pembela hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua saya akan membuat laporan secara berjenjang kepada Pangdam XVIII Kasuari dan Kapolda Papua Barat hingga Panglima TNI dan Kapolri demi menertibkan oknum-oknum aparat TNI dan Polri di jajaran Kodam XVIII Kasuari dan Polda Papua Barat yang cenderung bersifat mafia dan meresahkan masyarakat pemilik hak ulayat bersama para pekerja tambang serta pemilik usaha,” tandasnya.
Ia menilai, hal ini bersifat hubungan keperdataan yang bisa saling menguntungkan. Selain itu, Yan juga melihat lemahnya peran Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari dan Provinsi Papua Barat yang sama sekali tidak mampu memberi perlindungan hukum bagi rakyat pemilih hak ulayat yang semata-mata hendak berusaha demi menghidupi keluarga dan anak cucunya melalui usaha pertambangan tersebut.
“Seandainya pemerintah dapat membuat regulasi, maka aspek keamanan berusaha dapat dijamin. Sekaligus menghindari terjadinya pungutan-pungutan liar yang seringkali dilakukan oleh para oknum anggota TNI dan Polri tersebut di lokasi-lokasi penambangan tersebut dengan konotasi ilegal, tapi bisa “dimanfaatkan” untuk memperkaya diri, kelompok bahkan elite lembaga negara tertentu secara melawan hukum,” jelas Yan lagi.
Yang lebih parah lagi, kata Advokat Yan, bila tidak diberikan upeti maka terjadi tindakan hukum untuk melakukan operasi penyisiran dan penangkapan yang sudah disampaikan alias “bocor” kepada pihak-pihak yang sudah beri “upeti”, sehingga yang tidak memberikan “upeti” kemudian ditangkap dan ditahan lalu diproses hingga ke pengadilan.
“Saya kira Panglima TNI dan Kapolri harus segera bertindak melalui Pangdam XVIII Kasuari dan Kapolda Papua Barat untuk menertibkan ulah para “mafioso” di area penambangan ilegal sekitar Distrik Masni dan Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat,” harap Yan.
Selain itu, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat serta Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari harus segera mendorong lahirnya regulasi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara agar diberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) demi ketertiban masyarakat dan usaha pertambangan yang saling menguntungkan di masa depan Tanah Papua.
Editor: Frifod