Tunisia Tertarik Pelajari Teknologi Modifikasi Cuaca di Indonesia
3 min readTOP-NEWS.id, BADUNG – Negara Tunisia tertarik mempelajari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Indonesia melalui Badan Meteorologi Klimatologidan Geofisika (BMKG). Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengapresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC.
Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita bahwa Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang.
Oleh karena itu, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini, untuk menanggulangi persoalan tersebut, Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Mereka juga sedang memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan.
“Solusi lainnya adalah bagaimana melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengatakan, TMC memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim.
“Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kami (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam,” kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5/2024).
Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca ekstrem yang disebabkan oleh fenomena El Niño pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan.
Akibat kejadian tersebut, lanjut Dwikorita, banyak kerugian yang ditimbulkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Niño tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan.
Diterangkan Dwikorita, pada saat El Niño, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, kebakaran bisa terjadi.
“Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud seeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatera Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi.
TMC dilakukan dengan tujuan mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang.
Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan nyawa, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karena itu, usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif.
Sumber : Biro Humas BMKG/Tim Komunikasi dan Media World Water Forum ke-10