Soal Kasus Gubernur Papua, Pdt Alberth Yoku: Budayakan Adil, Jujur, Bermoral dan Beretika dalam Kehidupan
5 min read
TOP-NEWS.id, JAYAPURA – Kasus hukum yang menimpa Gubernur Papua Lukas Enembe terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar menjadikan Lukas Enembe ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka sejak 5 September 2022.
Puluhan orang pendukung Lukas Enembe di Papua yang menolak Gubernur Papua Lukas Enembe diperiksa oleh KPK hingga saat ini terus menjaga kediaman pribadinya di Koya Tengah, Kota Jayapura, Papua pasang badan membela Lukas Enembe.
Namun, tidak sedikit yang mendukung KPK agar orang nomor satu di Provinsi Papua ini harus gentlemen dan mau diperiksa oleh KPK. Kenapa harus takut diperiksa kalau tidak salah?
Salah satu tokoh agama di Tanah Papua angkat bicara. Adalah Pdt Alberth Yoku mengatakan, dirinya sebagai orang asli Papua memberikan dukungan penuh bersama tokoh-tokoh agama maupun tokoh adat untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Tanah Papua.
“Saya sudah sampaikan hal ini di media cetak maupun elektronik, bahkan hingga hari ini tetap memberikan dukungan terhadap pemerintah pusat dalam hal ini KPK melakukan tindakan hukum yang sudah diambil, karena kita semua sama di mata hukum,” kata Ketua GMKI Kabupaten Jayapura, Papua Pdt Alberth Yoku dalam keterangan kepada redaksi, Selasa (4/10/2022).
Karena hukum, kata dia, adalah bagian dari pemutus mata rantai apa yang sekarang menjadi nilai bagi Provinsi Papua. Terlebih Provinsi Papua dari 34 provinsi di Indonesia dikatakan provinsi paling terkorup dan Indeks Prestasi Manusia (IPM) terendah, bahkan juga dikatakan sebagai provinsi termiskin. Bukan itu saja, Papua juga dibilang provinsi paling tidak bahagia, Papua dibilang good governance-nya sangat buruk.
“Jadi lima raport ini menurut kami penegakan hukum yang dilakukan seperti terjadi kepada mantan gubernur Papua Barnabas Suebu sudah menjalani hukuman di Penjara Sukamiskin, Jawa Barat selama tujuh tahun lebih. Kini Pak Barnabas sudah bebas,” ujar Pdt Alberth Yoku.
Ia juga menjelaskan, sudah ada beberapa bupati, sekda dan beberapa kepala dinas yang terjerat hukum, dan saat ini sedang menjalankan hukumannya di rumah tahanan.
“Menurut saya bukan satu-satunya Pak Lukas Enembe terjerat hukum ini. Jadi penegakan hukum yang adil adalah setiap orang yang melakukan kesalahan sesuai dengan hukuman perundang-undangan tentang keuangan. Maka wajar orang tersebut, mempertanggungjawabkannya,” ujar Alberth.
Kasus hukum yang menimpa Lukas Enembe kini banyak bermunculan, bukan saja kasus gratifikasi, tetapi juga dana PON XX Papua 2022 belum dipertanggungjawabkan sampai saat ini, serta dana otsus diduga juga dikorupsi.
Soal ini, tokoh agama dan pemerhati Tanah Papua Alberth Yoku menjelaskan bahwa kasus-kasus hukum yang bermunculan terhadap Lukas Enembe menjadi pertanyaan masyarakat Papua.
Pasalnya, kata Alberth, selama sembilan tahun belakangan ini Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) memberikan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam menangani administrasi keuangan kepada Provinsi Papua.
“Kalau memang benar WTP diberikan kepada Papua, kami pun mempertanyakan independensi BPK soal itu. Terus bagaimana saat BPK melakukan audit dan akhirnya berikan penilaian-penilaian apresiasi tersebut, namun pemimpinnya kena kasus hukum,” tanya Pdt Alberth.
“Ini harus benar-benar perlu dicerna saat KPK ungkap sekian banyak kasus hukum yang menimpa gubernur, dan kami pun sudah menyampaikan kepada publik dan di media di Tanah Air bahwa unsur-unsur penegak hukum dan keadilan di Indonesia maupun di Provinsi Papua harus menjalankan semua tugasnya agar taat pada sumpah janji jabatannya dan kode etik jabatannya. Sehingga tidak terjadi persepsi dari orang Papua bahwa BPK RI telah melakukan penilaian yang keliru,” tegas dia.
Dikatakannya, dengan sembilan kali Provinsi Papua dapat WTP, namun tiba-tiba KPK dapat temuan kasus dugaan korupsi, maka menjadi pertanyaan masyarakat Papua.
“Bisa jadi kita menilai BPK RI tidak benar cara kerjanya memberikan penilaian. Sebagai lembaga penegak hukum, baik itu polisi, inspektorat, pengadilan, BPK dan KPK harus bersinergi, tdak boleh ada celah atau perbedaan dalam mengambil keputusan ataupun penilaian.
Klarifikasi akan Lebih Baik
Mengenai pendukung Lukas Enembe yang merasa bahwa pemimpinnya dirasakan dikriminalisasi dan dipolitisasi KPK, Pdt Albert Yoku menjelaskan bahwa hal ini dirinya sudah memberikan penjelasan kepada masyarakat atau siapa pun kalau ada penyalahgunaan jabatan atau penggunaan uang yang dipakai tidak sesuai prosedur si oknum harus gentlemen dan mengakui serta bersedia hadir di KPK untuk klarifikasi tuduhan yang merasa dirinya dirugikan.
“Jangan menghindar harus berani untuk klarifikasi atau diperiksa. Tapi kalau salah, maka tidak ada hubungannya dengan hal-hal kriminalisasi dan politisasi. Dengan mengklatifikasi, maka akan lebih baik,” jelas tokoh masyarakat ini.
Ia juga menambahkan, adanya demo dan dukungan terhadap Lukas Enembe itupun, karena kami melihat kekeluargaan ataupun mungkin juga suatu kesatuan yang pernah menikmati kejayaan tersebut bersama-sama.
“Dimana-mana kalau ada demo sudah jelas massa pendemo selalu mendukung seseorang yang menjadi andalan mereka, dan itu hal wajar saja. Sampai saat ini, KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) di negara kita masih saja terjadi. Menurut saya upaya-upaya KPK memberantas korupsi harus kita dukung penuh,” tuturnya.
Karena, kata Alberth Yoku, KKN itu merusak kebersamaan, merusak jalannya pembangunan pada kegiatan pembangunan yang banyak mangkrak dan akhirnya masyarakatlah sengsara serta negara tidak mengalami kemajuan.
Tidak Ada Intimidasi
Selama kasus hukum Lukas Enembe bergulir di Papua dan pusat, Pdt Alberth Yoku tidak pernah merasa diintimidasi dari siapapun, karena dirinya percaya Tuhan selalu menjaganya bila berjalan diatas kebenaran.
“Kita harus bersama-sama berdiri diatas kebenaran, jika memang kita bekerja di jalan yang benar selama diberikan kepercayaan dari masyarakat saat memegang jabatan, maka kita harus buktikan dan di jalan yang benar.
“Soal pro kontra dimana saja pasti ada, namun selama ini saya percaya ada Tuhan dan dalam perlindungan Tuhan, maka semua menjadi aman dan saya merasa tidak ada tekanan,” tutur Pdt Alberth.
“Siapapun yang memegang jabatan penting, baik itu presiden, menteri, gubernur ataupun bupati walikota, semuanya mereka disumpah sesuai kepercayaannya (agamanya) masing-masing dihadapan Tuhan. Dan memikul suatu tanggungjawab dan tentunya diawasi Yang Maha Kuasa,” ucapnya.
Tentunya juga sebagai pejabat kita harus menjaga nama baik suku, etnis dan keluarga kita serta daerah kita.
Pdt Alberth Yoku mempertanyakan, jika ada yang membenci hal-hal benar, berarti orang tersebut tidak ada Tuhannya dan tidak ada pendidikannya.
Dijelaskan Alberth, masyarakat adat juga punya hukum untuk hidup adil bersama. Untuk itu, membudayakan kerja yang adil dan jujur itu bukan karena penegakan hukum yang menjadi patokan, melainkan budayakan adil dan jujur itu sebagai moral dan etika didalam kehidupan anak bangsa, begitu juga di Papua.
Saat ditanya, apakah besarnya dana otsus yang sudah dikucurkan baik tidaknya pembangunan manusianya bisa diketahui maju atau mundur di Papua dan menjadi catatan kerukunan umat beragama di Papua?
Alberth Yoku menjawab bahwa ada pertanyaan-pertanyaan seputar itu oleh Presiden Jokowi saat dirinya bertemu beberapa bulan lalu (20 Mei 2022) di Istana Bogor.
“Sebagai orang Papua saya malu untuk menjawab pertanyaan Bapak Presiden soal itu. Pertanyaan itu ibaratnya orangtua yang baik memberikan perhatian kepada anaknya agar maju, tetapi anaknya ugal-ugalan dan tidak mau mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang anak tersebut pakai, dan salah,” terang Alberth.
“Seperti itulah gambaran kiasan dana otsus. Dan kita orang Papua tentunya malu soal kasus hukum ini. Dimana pemerintah pusat sudah berikan perhatian serius kepada Papua, bahkan belasan kali Presiden Jokowi mengunjungi Papua, tetapi kenapa kita (orang Papua) lakukan cara-cara yang tidak baik,” jelasnya dengan nada kecewa.
Pdt Alberth Yoku mengatakan, untuk menjaga good governance, maka seluruh unsur-unsur atau elemen-elemen penegak hukum harus bersatu dan bersinergi. Inspektorat, BPK dan KPK ataupun kepolisian jangan ada perbedaan.
“Unsur-unsur ini harus bekerja dengan kode etiknya yang murni dan bersih serta konsekwen demi good governance dan pembangunan yang berkelanjutan,” harap Pdt Alberth Yoku.
Reporter: Frifod
Editor: Frifod