Politikus Tak Takut Pindah Perahu, Neko Wesha Pawelloy: Nahkoda yang Hebat Lahir dari Gelombang dan Badai Ekstrim
5 min readTOP-NEWS.id, NAMA NEKO WESHA PAWELLIY di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tidak asing lagi. Muda, cerdas, tampan dan pernah memiliki jabatan tinggi di parlemen dan sekarang di pemerintahan. Pria kelahiran Yogyakarta 18 Juni 1986 ini, saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati (Wabup) Lingga periode 2021-2024 yang termuda di Kepri dan berpasangan dengan M Nizar.
Menjabat sebagai orang nomor dua di Kabupaten Lingga, dan pernah dua periode menjadi anggota Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Lingga, serta sejumlah jabatan strategis di parlemen pernah diembannya saat di partai terdahulu (NasDem).
Mulai menjadi Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Lingga yang membidangi hukum dan pemerintahan hingga Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Lingga yang konsen mengawasi pendidikan dan kesejahteraan rakyat.
Bahkan, Wabup Lingga ini satu-satunya politisi NasDem yang tidak memasang baliho untuk mempromosikan diri sebagai kandidat Wabup Lingga, tetapi tetap terpilih setelah melalui perhitungan dan hasil survey yang matang dari internal maupun eksternal partai.
Namun dipertengahan jalan, saat menjabat sebagai Wabup Neko berani meninggalkan partai (NasDem) yang mengusungnya jadi wabup dan memilih Partai Perindo sebagai perahunya untuk berlayar menuju masa depan berpolitiknya.
Dimana partai yang notabennye non parlemen di pemerintah pusat, dan nol kursi di DPRD Kabupaten Lingga maupun DPRD Provinsi Kepulauan Riau, namun Neko muda terus maju.
Dan ini tentu bukan hal yang mudah meninggalkan partai yang sudah dibesarkannya dari sebelum memiliki kursi DPRD hingga menjadi pemenang di DPRD Lingga.
Dengan menguasai saparuh kursi di DPRD Lingga, tidak hanya di kabupaten tetapi juga di level Provinsi Kepri, partai tempatnya bernaung untuk duduk di salah satu kursi Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepri.
Tidak hanya di legislatif, partai tersebut juga menjadi pemimpin di eksekutif dengan menempatkan kursi bupati dan wabup oleh kadernya sendiri yang tentunya menjadi langka di Indonesia. Apalagi tanpa koalisi partai lain selama dua periode bupati dan wabup dijabat oleh satu partai.
“Kami selalu mendapat pesan dari orang tua kami, dari pepatah orang Bugis yakni nahkoda yang hebat bukan lahir dari arus yang tenang, tapi nahkoda yang hebat adalah nahkoda yang lahir dari gelombang dan badai yang ekstrim,” ujar Neko beberapa tahun lalu setelah dilantik sebagai anggota DPRD Lingga.
Dilansir Wikipedia, Neko yang bersekolah dasar di SD 19 Damnah, Debo Singkep ini membuktikan dengan berani meninggalkan zona nyaman dari partai yang susah payah dibesarkannya, dan kini sudah dinikmati kader-kader partai NasDem, namun dengan pikiran majunya Neko berani ambil sikap dan memilih untuk berjuang dengan partai barunya. Yaitu, tanpa kursi di DPRD dan wakil di pemerintah pusat dan provinsi apalagi di ekskutif pemerintah Kabupaten Lingga.
Pindah Partai Bukan karena Ambisi Pribadi
Apakah hanya ambisi pribadi atau ambisi kekuasaan dan ada maksud lainnya?Pertanyaan ini kami lontarkan saat berbincang santai dengan sosok politisi muda Kabupaten Lingga dan Provinsi Kepri tersebut.
“Kalau bicara ambisi kekuasaan atau ambisi lainnya, tentu pilihan saya lebih baik memilih bertahan di partai lama. Kenapa? Karena rumah yang lama sudah sangat besar, dan beragam fasilitas dari atas sampai ke bawah, tinggal melanjutkan saja, semua sudah tersedia,” ucap Wabup Lingga, yang tamat dari SMPN 2 Singkep dan SMAN 2 Singkep, Kepri.
Setiap pertanyaan dijawab dengan senyum oleh Neko Wesha Pawelloy. Jawaban tersebut tidak hanya pemanis dari seorang politisi biasa, karena latar belakang Partai NasDem tidak hanya mengenal sosok Neko Wesha Pawelloy bersahaja.
Dibelakang nama Neko ada seorang figur seorang Wello mantan Ketua DPRD Lingga dan juga Bupati Kabupaten Lingga. Nama besar itu tidak asing di kancah politik lokal Provinsi Kepri hingga level nasional sebagai politisi dan pengusaha.
Figur tersebut, adalah ayah kandung Neko Wesha Pawelloy, yang memiliki peran sangat mumpuni dalam menempanya menjadi seorang politisi yang handal, yang mendirikan partai yang sebelumnya tempat dirinya bernaung.
Rasanya mustahil kalau ada yang berani menggeser sang putra mahkota bertahan di singgasana rumah besar tersebut. Namun apa yang mendasari itu semua, rasa penasaran kami semakin tergelitik saat bertanya kepada sosok yang low profile dan rajin turun ke lapangan tersebut.
“Partai itu dibuat tentunya tujuannya untuk semua golongan. Di era demokrasi ini partai yang mempertahankan kekuasaan dengan sistim kekaisaran pasti lambat laun akan punah. Kita lihat sendiri PDI Perjuangan baru-baru ini mengumumkan Gubernur Jatim menjadi calon presiden, sebelumnya ada Presiden Jokowi yang bukan bagian dari keluarga sang pendiri partai, dan tidak memiliki trah Sukarno, atau kedekatan khusus,” jelas Neko, putra Melayu berdarah Bugis.
Menurut Neko, apa yang dilakukan oleh partai besar sekelas PDI Perjuangan yang kini bertahan di puncak menjadi pelajaran bagi dirinya selaku politisi.
Bahwa dalam sebuah partai politik adalah bagaimana membentuk kaderisasi dan menciptakan suasana partai yang demokratis, yang tentunya dasar partai ini adalah harus dimiliki oleh semua kader dan semua kalangan masyarakat.
“Tidak harus diisi oleh keluarga, sanak saudara atau orang-orang terdekat, atau hanya berdasarkan kedekatan semata. Tapi yang terpenting adalah kemampuan dalam mendongkrak elektabilitas dengan rajin turun, bekerja sepenuh hati, loyalitas, kredibilatas, dan kualitas. Soal isi tas akan datang dengan sendirinya,” tutur Neko merupakan lulusan ilmu komputer di salah satu universitas di Malaysia.
Partai Perindo Memiliki Konsep Demokrasi
Ketika ditanya bagaimana dengan konsep Partai Perindo ke depan, dirinya mengatakan Partai Perindo sudah memiliki konsep demokrasi yang mirip dengan PDI Perjuangan.
Dimana keberanian seorang Harie Tanoe Soedibyo yang merupakan pendiri Partai Perindo sudah menempatkan orang-orang yang tidak ada hubungan keluarga atau kedekatan semata dengannya.
“Kita lihat seorang TGB Zainul Majdi, begitu masuk Perindo langsung dapat tempat jadi ketua harian, seorang tokoh politik ulama berlatar pendidikan Al-Azhar, dan sebelumnya adalah politisi Partai Demokrat dan Golkar. Tetapi oleh Ketua Umum (Harie Tanoe) sosok itu dijadikan sebagai ketua harian, bahkan digadang-gadang duduk di posisi yang sangat berpengaruh hingga dapat mengambil kebijakan,” ungkap pria ganteng dan cerdas ini.
Tentu hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena ada beberapa kader Partai Perindo yang memiliki kedekatan khusus dengan beliau tapi tetap tidak ditonjolkan, salah satunya anaknya sendiri yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Parekraf.
“Kemudian kita lihat sendiri partai ini begitu sangat terbuka, nasionalis religius yang ditanamkan sejak awal oleh pendiri bangsa ini, sudah tercermin di Partai Perindo,” terang Neko.
Untuk itu dirinya meyakini bahwa Partai Perindo akan mendapat tempat di masyarakat Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau dan Kabupaten Lingga.
Editor: Frifod