Menko Perekonomian Sebut Bank Makin ‘Gemuk’
2 min readTOP-NEWS.id, JAKARTA – Pandemi Covid-19 membuat perbankan di Indonesia semakin gemuk. Tidak hanya dari sisi likuiditas akan tetapi juga keuntungan dari berbagai unit bisnis.
“Sebetulnya bank sedang gemuk bukan dari DPK (dana pihak ketiga), tapi inflasi dan lending margin juga baik,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam webinar di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Airlangga melihat Tigor M Siahaan, selaku CEO Bank CIMB Niaga yang turut hadir dalam acara webinar tersebut tersenyum.
“Pak Tigor senyum-senyum terus padahal pandemi Covid-19,” ujar Airlangga guyon.
Besarnya likuiditas perbankan dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memberikan berbagai kelonggaran dari penurunan suku bunga acuan hingga makroprudensial. Walaupun tidak diikuti penurunan bunga kredit yang signifikan oleh bank.
Di sisi lain, kata Menko Airlangga, permintaan yang rendah membuat kredit tidak tersalurkan. Kebanyakan perbankan akhirnya malah ikut dalam pemberian Surat Berharga Negara (SBN).
Untuk itu Airlangga meminta perbankan untuk ikut membantu pemulihan ekonomi. Selain penyaluran kredit, perbankan sebagai korporasi bisa ikut membantu mengurangi kemiskinan lewat corporate social responsibility (CSR).
“Kita harus menurunkan kemiskinan, maka dari itu stakeholder dan korporasi diharapkan bisa membantu lewat penyaluran CSR,” pintanya.
Kondisi Pemulihan Ekonomi
Airlangga memaparkan, kondisi ekonomi sudah kembali ke proses pemulihan setelah tertahan akibat serangan virus corona varian delta.
“Saat pandemi mereda, maka pertumbuhan ekonomi bisa tinggi, saat pandemi menyerang itu terpaksa ekonomi tertahan. Ini adalah cost yang harus ditanggung karena ini bagian dari harmonisasi antara gas dan rem,” jelasnya.
Dikatakannya, sefisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dalam kondisi yang terkendali rendah di level 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara sadangan devisa mencapai 144,8 miliar dollar AS dan neraca perdagangan juga surplus tertinggi sepanjang sejarah.
Pemerintah juga mencatat penurunan dalam yield obligasi pemerintah dan rasio utang luar negeri yang berada pada level aman. Inflasi kini terjaga di level 1,57 persen dan diharapkan bisa terkendali 2-4 persen hingga akhir tahun.
“Tentu kebijakan tapering AS menjadi concern, tapi kita memiliki cukup kekuatan untuk menghadapi itu,” tandas dia.
Reporter : Alivia Sarah Putri
Editor : Frida Fodju