fbpx
Minggu, 17 November 2024

TOP-NEWS

| KAMI ADA UNTUK ANDA

LP3BH Desak Pemerintah Pusat dan Pemprov Mendirikan Pengadilan HAM dan KKR di Tanah Papua

2 min read

TOP-NEWS.id, MANOKWARI – Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari memberi catatan merah kepada Pemerintah Indonesia berkenaan dengan langkah perlindungan hak asasi manusia (HAM) Orang Asli Papua (OAP) di Bumi Cenderawasih sepanjang tahun ini (2022).

Hal ini disebabkan, karena Pemerintah Indonesia menurut pandangan kami sebagai organisasi masyarakat sipil belum menjalankan amanat Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 200 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Yaitu, untuk mendirikan Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua. Padahal berdirinya kedua lembaga itu menurut kami (LP3BH) merupakan wujud nyata mengenai keseriusan negara dalam menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Sebab, dalam fakta sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang besar, seperti kasus Wasior (2001) dan kasus Wamena (2003) hingga kini belum tersentuh, apalagi hendak diselesaikan oleh negara.

Hal ini disampaikan Direketur Eksekutif LP3BH Manokwari, Papua Barat Advokat Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan tertulis kepada TOP-NEWS.id, Kamis (8/12/2022) pagi.

Menurutnya, menjelang peringatan 74 tahun Hari HAM Internasional 10 Desember mendatang, LP3BH Manokwari terus mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) di Tanah Papua untuk terlibat dalam mendirikan Pengadilan HAM di Jayapura, Provinsi Papua.

“Salah satu langkah penting, adalah ke depan status Pengadilan Negeri Jayapura Kelas I A mesti ditambah dengan status khusus,” ujar Yan.

Dijelaskan Yan, beberapa kasus besar akhir-akhir ini belum diselesaikan. Seperti, pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat orang warga sipil asal Kabupaten Nduga di Timika, Papua dan kasus penganiayaan berat terhadap beberapa anak kecil warga sipil oleh anggota TNI belum lama ini.

Bahkan, kasus kematian tragis Pendeta Jeremias Senambani di Hitadipa belum ada titik terang.

“Semua kasus tersebut diatas diduga keras mengandung unsur-unsur pelanggaran HAM berat sebagai diatur dalam amanat Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 dari UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang HAM,” tuturnya.

Bahkan kata Yan, dapat dipakai indikator dari UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 28 maupun Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J sebagai alat untuk mengukur.

“Apakah negara sudah mampu menangani persoalan dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi selama ini dan sedang terus terjadi pada masa kini dan masa depan? tanyanya.

Menjelang peringatan 74 tahun Hari HAM Internasional, LP3BH Manokwari mendesak agar segenap perumusan aturan dan atau regulasi peraturan daerah di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi di Tanah Papua mesti memberikan porsi yang luas bagi prinsip-prinsip HAM yang berlaku universal demi melindungi hak-hak dasar Orang Asli Papua sebagai tujuan utama dari pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan di atas Tanah Papua kini dan di masa mendatang.

Editor: Frifod

Copyright © TOP-NEWS.ID 2024 | Newsphere by AF themes.