fbpx
Kamis, 28 November 2024

TOP-NEWS

| KAMI ADA UNTUK ANDA

Kekerasan ART, Kemenlu Panggil Staf KJRI Los Angeles

3 min read

TOP-NEWS.id, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memanggil staf Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Los Angeles (LA) periode 2004, Cicilia Rusdiharini untuk mendalami dugaan kekerasan terhadap asisten rumah tangganya (ART) saat bertugas di Amerika Serikat (AS) pada 15 tahun silam.

“Inspektorat Jenderal Kemlu telah memanggil Sdri Cecilia Rusdiharini pada Senin, 11 Oktober 2021,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Judha Nugraha, seperti dilansir CNN, Kamis (14/10/2021).

Judha mengatakan, di saat bersamaan, KJRI LA juga sudah diinstruksikan untuk menghubungi ART yang diduga menjadi korban kekerasan Cicilia, Sri Yatun untuk mendalami masalah pada 15 tahun tersebut.

Kemenlu melakukan pendalaman setelah The Washington Post merilis hasil investigasi mengenai Sri Yatun yang pernah bekerja sebagai ART di rumah dinas Cicilia pada 2004-2007.

Dalam hasil wawancara yang dirilis pada 6 Oktober lalu, Sri bercerita bahwa ia sudah bekerja untuk Cicilia sejak masih di Indonesia pada 2004. Di masa awal ia bekerja, Sri sebenarnya sudah mengendus gelagat aneh.

Cicilia mengatakan kepada Sri bahwa ia harus bekerja tanpa gaji pada empat bulan pertama hingga mereka pindah ke AS.

Menurut Cicilia, gaji Sri digunakan untuk membayar biaya tiket pesawat dan pengajuan visanya ke AS. Saat itu, Sri menahan diri karena kontrak kerjanya di AS cukup menggiurkan.

Berdasarkan kontrak, Sri bakal dibayar 400 dollar AS setiap minggu dengan jam kerja 40 jam per pekan. Sri juga dijanjikan uang lembur 13 dollar AS per jam jika bekerja di luar jam yang disepakati.

Namun, setibanya di AS, Sri harus bekerja setiap hari, siang dan malam, tanpa hari libur. Sri juga sempat hanya dibayar 50 dollar AS hingga 100 dolar AS per bulan.

Akibat bekerja terus menerus, hingga saat ini Sri masih kerap merasakan sakit di bagian punggung dan lututnya. Sementara itu, Sri juga masih harus bertahan di tengah kekerasan verbal Cicilia.

Sri bercerita bahwa suami Cicilia, Tigor Situmorang juga merupakan pria yang meledak-ledak dan kerap melecehkan dia secara verbal. Menurut Sri, Tigor bahkan pernah memukul kepalanya.

Di tengah tekanan teraebut, Sri sempat beberapa kali ingin kabur. Namun, Cicilia dan Tigor mengancam bakal memenjarakan Siti jika ia berani keluar rumah tanpa izin mereka.

Cicilia menjelaskan bahwa di AS banyak penembakan massal dan anggota geng yang kerap menyekap perempuan dan menjualnya untuk menjadi budak seks.

Selain itu, Sri juga tak fasih berbahasa Inggris dan tidak punya uang, sehingga ia harus selalu bersama majikannya.

Satu hari, Sri menemukan paspornya disembunyikan di salah satu laci lemari. Sri sebenarnya sudah berulang kali menanyakan keberadaan paspornya selama tiga tahun.

Sri hanya khawatir jika izin tinggalnya sudah habis, ia bakal dideportasi atau bahkan tak boleh lagi kembali ke AS. Namun, Cicilia selalu meyakinkan Sri bahwa proses perpanjangan visanya sedang dalam proses.

Saat menemukan paspor nya, Sri menyadari ternyata visanya sudah kedaluwarsa. Belum ada visa baru lagi. Sri akhirnya mengambil paspor kemudian menaruhnya di tas plastik yang ia pakai di balik baju.

Siti sendiri masuk ke AS pada 26 Mei 2004 menggunakan visa A-3. Izin itu dikeluarkan Pemerintah AS khusus bagi orang yang bekerja untuk pejabat diplomatik.

Berdasarkan visa itu, izin tinggal para pekerja di AS berada di bawah kendali majikan. Sementara itu, diplomat memiliki imunitas dari hukum AS.

Pada akhirnya, para pemegang paspor ini sangat rentan terhadap tindak kekerasan oleh majikan.

Editor: Frifod

Copyright © TOP-NEWS.ID 2024 | Newsphere by AF themes.