Kasus Korupsi Pembangunan Pelabuhan Yarmatum, Pengadilan Hadirkan Tiga Saksi
6 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan Pelabuhan Yermatun Tahun Anggaran (TA) 2021, Kamis (20/7/2023), dipimpin Majelis Hakim Berlinda Ursula Mayor, SH, LLM di ruang sidang (rapat/mediasi) Pengadilan Negeri (PN) Manokwari Kelas I B, Papua Barat.
Sidang yang dimulai pukul 14:10 WIT tersebut, menghadirkan tiga orang saksi, yakni Drs Aljabar Makatita (mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari), Agung Pambudi (Direktur PT Abbecon Pratama Indonesia) dan Izaac Stepanus Hindom (Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat).
Ketiga saksi diajukan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat, yaitu Syahrir Jasman, SH, MH, Purnama, SH, MH dan Edy Subhan, SH.
Drs Aljabar Makatita hadir dalam sidang secara langsung (offline), sedangkan saksi Agung Pambudi hadir melalui jalur online dari Surabaya, sementara saksi Izaac Stepanus Hindom hadir secara online dari Bandung, Jawa Barat.
Setelah ketiga saksi mengucapkan sumpah dan janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, maka sidang dilanjutkan dengan mendengar lebih dahulu keterangan saksi Drs Aljabar Makatita yang hadir langsung di ruang sidang.
Saksi Makatita yang mantan pejabat teras di Kabupaten Manokwari tersebut menjelaskan bahwa dirinya hadir sebagai saksi, karena pernah didatangi oleh oknum bernama Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise (RFRY) di rumah saksi di Jalan Sujarwo Condronegoro, Reremi-Manokwari.
Kedatangan Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise ke rumah saksi pada awal Juni 2021 tersebut bersama oknum lain bernama Kris Tanjung yang saksi kenal baik sebagai wartawan di Manokwari.
“Mereka datang dan menjelaskan bahwa ada pekerjaan pengadaan tiang pancang pelabuhan di Kampung Yarmatum, Distrik Sough Jaya, Kabupaten Teluk Wondama dan mereka meminjam uang dari saya sebesar Rp 300 juta untuk menunjang pekerjaan dimaksud,” ujar saksi Makatita awal keterangannya kepada Hakim Ketua Mayor.
“Dan saya mengatakan akan memberikan jawaban beberapa hari ke depan. Dua hari kemudian saudara Kris Tanjung (wartawan) dan saudara Rendy kembali mendatangi rumah saya dan saya memberi uang sejumlah Rp 300 juta,” jelasnya lagi.
Selanjutnya, kata Makatita, mereka berdua pergi dan sekitar satu bulan kemudian Kris Tanjung menelponnya dan memberitahukan kalau proyek pengadaan tiang pancang Pelabuhan Yarmatum tidak jadi dilaksanakan.
“Setelah itu dalam tiga hati kemudian, Kris Tanjung dan Rendy datang ke rumah saya dan menjelaskan kalau proyek tersebut tidak jadi dilaksanakan. Setelah itu saya terus menelpon Kris Tanjung untuk menanyakan kapan mereka kembalikan uang saya yang saya pinjamkan,” tuturnya.
Namun dua hari kemudian, kata saksi, Kris Tanjung dan Rendhy datang ke rumahnya dan mengembalikan uang pinjaman sejumlah Rp 300 juta tersebut.
Saksi Makatita juga menerangkan kalau di awal Juli 2021 dirinya kembali dihubungi oleh Kris Tanjung bahwa ada pekerjaan pembangunan gedung cacao/cokelat di Ransiki, Kabupaten Manokwari Selatan.
Sehingga Kris Tanjung dan Rendy kembali mendatangi rumah saksi Makatita dan meminjam lagi uang sejumlah Rp 300 juta dan saksi memberikannya.
Ternyata setelah itu saksi memperoleh informasi dari Kris Tanjung kalau ternyata pekerjaan pengadaan tiang pancang Pelabuhan Yarmatum sedang berjalan dan dikerjakan oleh Rendhy.
Kemudian saksi Makatita berkomunikasi via WhatsApp (WA) dengan Kris Tanjung pada awal Januari 2022 dan saksi mengetahui kalau dana pekerjaan pembangunan Pelabuhan Yarmatum tersebut sementara diblokir oleh Bank Papua.
Dana Proyek Pembangunan Pelabuhan Yermatum Diblokir
Kemudian saksi juga mengetahui dari seorang staf Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat bernama Ikhsan Renfaan bahwa dana proyek Yarmatum sementara diblokir Bank Papua.
“Ternyata pada bulan Maret 2022, saya bersama Kris Tanjung mendatangi rumah terdakwa Paul Anderson Wariori untuk mengecek soal dana pekerjaan pembangunan Pelabuhan Yarmatum yang diblokir tersebut, dan saat itu saudara Paul mengatakan kalau dana tersebut sebenarnya sudah dicairkan semua dan blokir sudah dibuka serta semua dana sudah diserahkan kepada Rendhy,” ungkap saksi Makatita.
“Bahkan saudara Paul menerangkan kalau barang yaitu tiang pancang belum ada di lokasi Pelabuhan Yarmatum. Paul menjawab kalau blokir dana di Bank Papua sebesar Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah) sudah dibuka pada tanggal 4 Februari 2022, ” tambah saksi Makatita di depan sidang.
Atas keterangan terdakwa Paul Anderson Wariori, maka saksi Makatita bersama Kris Tanjung dan terdakwa Paul Wariori datang bertemu lagi dengan terdakwa Basri Usman selaku PPK di Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat di rumah kediamannya.
“Saya bertanya kepada saudara terdakwa Basri Usman, kenapa pekerjaan belum selesai lalu dana yang diblokir dibuka? Dan dijawab oleh terdakwa Basri Usman kalau dia hanya membantu Rendhy untuk membayar utangnya,” ucapnya.
“Saat itu, terdakwa Basri Usman menelpon suadara Rendhy dan saudara Rendhy menjawab bahwa dana ada di Manokwari dan nanti dia kembali baru membayar utang saya. Namun sampai saat ini Rendy belum mengembalikan utangnya kepada saya,” urai saksi Makatita dengan nada lirih.
Total dana yang dipinjam oleh Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise menurut saksi Makatita, berjumlah Rp 650 juta dan belum dikembalikan hingga perkara ini diperiksa di pengadilan.
Sementara saksi Agung Pambudi selaku Pimpinan PT Abbecon Pratama Indonesia selaku supplier pembuatan tiang pancang untuk pembangunan Yarmatum dari Surabaya menerangkan bahwa dirinya pertama sekali dikontak oleh Rendhy bahwa dirinya hendak memesan pipa baja untuk tiang pancang pembangunan Pelabuhan Yarmatum.
“Ketika itu, Rendhy minta surat dukungan dari perusahaan kami untuk pengadaan pipa tiang pancang Pelabuhan Yarmatum tersebut. Kemudian Rendhy mengatakan kalau CV Kasih menang, maka PT Abbecon Pratama Indonesia siap mendukung,” terang saksi Pambudi di awal keterangannya secara online dari Surabaya ke ruang sidang Pengadilan Negeri Manokwari.
Hakim Cecar Agung Pambudi
Ketika dicecar oleh Ketua Majelis Hakim Mayor, apakah saksi mengetahui nilai kontrak pekerjaan tersebut dan apakah saksi pernah diberi dokumen pekerjaan oleh Rendhy? Saksi Pambudi menjawab tidak pernah mengetahui nilai proyek tersebut dan dirinya tidak pernah diberikan dokumen proyek oleh Rendhy.
Saksi Agung Pambudi juga sempat menjelaskan kalau awalnya Rendhy memesan pembuatan 90 tiang pancang baja. Namun dalam perjalanan setelah dirinya memberikan penawaran dengan harga per batang, Rendhy kemudian hanya memesan sebanyak 45 batang pipa baja dan baru diberikan uang muka (DP) sejumlah Rp 387 juta lebih atau 30 persen saja.
Sementara total harga 45 batang pipa ditambah PPN 10 persen berjumlah Rp 1.290.595.680 (satu miliar dua ratus sembilan puluh juta lima ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus delapan puluh rupiah).
“Jadi disepakati cara pembayarannya uang muka (DP) 30 persen, dan pelunasan 70 persen dibayar setelah barang jadi dan biaya pengiriman barang akan ditanggung pembeli (CV Kasih),” ungkap saksi Agung Pambudi di ruang sidang.
Saksi Agung Pambudi juga menerangkan bahwa dalam pekerjaan pengadaan tiang pancang pembangunan Pelabuhan Yarmatum dirinya tidak pernah bertemu terdakwa Paul Anderson Wariori.
“Tapi hanya pernah sekali bertemu Rendhy Yembise yang mengaku sebagai orang yang kerjakan pekerjaan pembangunan Pelabuhan Yarmatum tersebut dan saksi hanya pernah mengetahui dari surat CV Kasih, dimana yang bertanda tangan selaku Direktur adalah Paul Anderson Wariori,” tutur Agung Pambudi lagi.
Saksi juga menerangkan bahwa pihaknya selaku supplier sudah mengirimkan 45 batang pipa baja yang dipesan Rendhy dan sudah dibayar lunas oleh oknum bernama Sakarias yang mengaku sebagai orang dari CV Kasih dan oknum bernama Agus dari Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat.
“Mereka datang bertemu saya dan mereka telah melunasi sisa harga pipa 45 batang tersebut,” tandas saksi Pambudi menambahkan.
Sidang Kamis sore diakhiri dengan keterangan saksi Izaac Stepanus Hindom selaku Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat yang dalam banyak keterangannya mengaku lebih banyak tidak mengetahui soal seluk beluk pekerjaan pembangunan Pelabuhan Yarmatum dari aspek pendanaannya, tapi lebih mengetahui aspek administrasi saja.
Ketika dicecar oleh hakim anggota Hermawanto, SH tentang pertemuan di ruang Bendahara Dishub Provinsi Papua saksi Merry Kokali, dimana menurut saksi Kokali kalau ketika itu saksi Hindom datang bersama Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise dan mendesak terdakwa Agustinus Kadakolo sebagai Kadishub Provinsi Papua Barat untuk tanda tangan dokumen pekerjaan pembangunan Pelabuhan Yarmatum?
Saksi Hindom mengelak dengan mengatakan kalau dirinya datang sendiri dan sempat terlibat sedikit ribut dengan Agustinus Kadakolo, tapi itu masalah lain.
Saat ditanya oleh Advokat Karel Sineri selaku penasihat hukum terdakwa Agustinus Kadakolo tentang pertemuan di ruang Bendahara Dishub Provinsi Papua Barat tersebut, saksi Hindom lagi-lagi menjawab dirinya tidak pernah terlibat keributan dengan terdakwa Agustinus Kadakolo, dan dirinya tidak pernah datang bersama Rendhy saat itu.
“Sebagai penasihat hukum terdakwa Paul Anderson Wariori selaku Direktur CV Kasih, saya memandang bahwa kehadiran Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise dalam perkara tipikor pembangunan Pelabuhan Yarmatum saat ini urgen dan mendesak,” ujar penasihat hukum Paul Anderson.
Ini demi membuka kotak pandora terkait aliran dana proyek yang sudah cair 100 persen tersebut, dan terkait mengapa pekerjaan proyek ini terkesan dipaksakan pelaksanaannya hingga terjadi pencairan dana dalam jumlah miliaran rupiah.
Padahal sudah diakhir TA 2021 saat itu. Keterlibatan oknum-oknum pejabat di Dishub Provinsi Papua Barat maupun dari luar dinas tersebut akan bisa diketahui jika oknum Rendhy Firmansyah Rahakbau Yembise hadir dalam sidang.
Sidang diakhiri pukul 16:45 WIT dengan ketukan palu Hakim Ketua Mayor dan ditunda hingga, Selasa (25/7/2023) dengan agenda mendengar keterangan saksi tambahan dari Tim JPU Kejati Papua Barat.
Sumber: Advokat Yan Christian Warinussy, SH
Editor: Frifod