Dugaan Pungli di 215 Kampung di Tambrauw, LP3BH: Harus Diproses Hukum
2 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Dugaan tindak pidana pungutan liar (pungli) yang terjadi dalam bentuk pemotongan biaya dari setiap kepala kampung di Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat belum lama ini rupanya terjadi tanpa dasar hukum sama sekali.
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Direktur Eksekutif Advokat Yan Christian Warinussy, SH mendapat konfirmasi hal tersebut dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Provinsi Papua Barat, Sabtu (25/11/2023).
“Saya mendapat konfirmasi hal tersebut dari sumber kami di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Provinsi Papua Barat hari ini. Apabila hal ini benar, maka menurut saya sudah tidak ada alasan lagi bagi penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong untuk berlama-lama melakukan penyidikan dugaan tindak pidana pungli,” kata Yan dalam keterangan tertulis diterima TOP-NEWS.id, Sabtu (25/11/2023).
Karena dugaan tersebut, kata Yan, rupanya telah melibatkan sejumlah pendamping kampung dalam pengelolaan keuangan para kepala kampung yang berjumlah 215 kepala kampung di Kabupaten Tambrauw.
“Dari hasil konfirmasi LP3BH Manokwari, didapati informasi bahwa pemotongan dana kampung dilakukan oleh para kepala kampung atas permintaan oknum-oknum pendamping kampung untuk kepentingan pembuatan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kampung,” tuturnya.
Menurutnya, permintaan oknum-oknum pendamping kampung tersebut berkisar antara Rp18 juta hingga Rp 50 juta.
Dikatakannya, para kepala kampung dari 215 kampung di Kabupaten Tambrauw yang memiliki keterbatasan pendidikan dasar tentu mengalami kesulitan dalam merumuskan serta menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana kampungnya sendiri.
Sehingga, kehadiran para pendamping kampung justru sangat diharapkan untuk membantu mereka. Apalagi setiap pendamping kampung telah menerima honor cukup besar sekitar Rp 10 juta ditambah biaya-biaya opersional lainnya.
“Sehingga menurut pandangan hukum saya, tidak perlu dilakukan lagi pemungutan biaya untuk penyusunan laporan keuangan dana kampung dengan memotong dana kampung dalam jumlah fantastis seperti sekarang ini. Sebab, fakta tersebut menunjukkan adanya tindak pidana pungli yang bisa berdampak pada terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pula sesuai amanat UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ucapnya.
“Sebagai advokat dan pembela hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua, saya justru mendesak Kajari Sorong dibawah supervisi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat agar segera menindaklanjuti penyelidikan dugaan tindak pidana pungli hingga korupsi dan meningkatkan status pemeriksaan kepada penyidikan demi melindungi hak-hak masyarakat adat dan masyarakat kampung di Tanah Papua untuk 215 kampung di Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat,” tandasnya.
Editor: Frifod