Buntut Peristiwa Pencabulan, Izin Pesantren Al-Minhaj Terancam Dicabut Jika Terbukti
2 min readTOP-NEWS.id, JAKARTA – Peristiwa pencabulan yang diduga dilakukan pengasuh pesantren terhadap belasan santriwatinya mendapat tanggapan dari Kementerian Agama.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono Abdul Ghafur menyesalkan terjadinya peristiwa pencabulan di salah satu pesantren di Bandar, Batang, Jawa Tengah tersebut. Menurutnya, jika terbukti, izin pesantren bisa langsung dicabut.
“Sesuai regulasi, jika pimpinan pesantren Al-Minhaj terbukti melakukan pencabulan, izin pesantrennya segera kita cabut,” tegas Waryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Ia menegaskan mendukung proses hukum yang berlaku. Di mana saat ini Wildan Mashuri selaku terduga pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian.
“Kami mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Polres Batang, sekaligus mengapresiasi berbagai pihak yang telah turut serta melakukan pendampingan terhadap para korban dan para santri,” sambungnya.
Dalam pers riis Kementerian Agama, Kemenag telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Sebagai tindak lanjut, Kemenag tengah melakukan finalisasi KMA tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.
“Kekerasan seksual adalah perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Karenanya, praktik kekerasan dalam bentuk apapun tidak boleh terjadi lagi,” terang Waryono.
Ia menambahkan, Pesantren yang nyata pengasuhnya melakukan kekerasan seksual, jelas tidak lagi sesuai UU Pesantren dan telah kehilangan ruhul ma’had.
“Maka dengan sendirinya, statusnya sebagai pesantren, batal dan dengan sendirinya kehilangan izin,” lanjutnya.
Waryono memastikan pihaknya juga akan memberikan pendampingan terhadap para korban, serta memberikan kelanjutan pendidikan para santri di sana.
Meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santrinya harus dilanjutkan.
“Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kita akan koordinasikan dengan sejumlah pesantren lainnya,” sebut Waryono.
Direktur PD Pontren berharap
semua pemangku lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi tauladan, melakukan pengendalian internal, dan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan seksual.
“Kita terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak, agar tindak kekerasan, apapun bentuknya tidak terjadi lagi,” pungkas Waryono.
Seperti diketahui, dalam konferensi pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4), yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi disebutkan, pelaku (Wildan) telah melakukan pencabulan sejak tahun 2019 hingga 2023.
Ganjar yang terlihat marah dengan peristiwa pencabulan tersebut akan menggandeng Kemenaterian Agama untuk mengevaluasi pondok pesantren tersebut.
Sementara Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan,
modus yang dilakukan pelaku mengajak santriwati melakukan hubungan dengan janji bakal mendapat ‘karomah’.
Pelaku juga melakukan ijab kabul tanpa saksi. Korban kemudian disetubuhi, korban kemudian diberi uang jajan dan dilarang menceritakan kepada orangtua.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Namun Luthfi mengatakan, hukuman penjara bisa lebih dari 15 tahun karena kejadiannya berulang-ulang.