fbpx
Kamis, 28 November 2024

TOP-NEWS

| KAMI ADA UNTUK ANDA

Apakah Dalam Sel Tahanan Ada Fasilitas Komputer? Benarkah Tersangka tak Mau Didampingi Penasihat Hukum?

2 min read
Oleh: Advokat Yan Christian Warinussy, SH

DALAM KUHAP diatur mengenai hak-hak dari tersangka dan atau terdakwa secara luas. Termasuk upaya korektif terhadap tugas dari institusi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan dalam penegakan hukum. Seperti upaya praperadilan yang telah diperluas dari amanat Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81 dan Pasal 82 serta Pasal 83 KUHAP.

Hal itu diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 Oktober 2014 yaitu mengenai bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup.

Kemudian putusan MK RI No.130/PUU-XIII/2015, mengenai kewajiban menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik kepada pelapor dan terlapor dalam jangka waktu tidak lebih dari tujuh hari setelah keluarnya surat perintah penyidikan (SP Sidik atau Sprindik).

Persoalannya dalam praktek di wilayah hukum di Tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat masih sering kita melihat ada warga masyarakat yang berstatus sebagai tersangka dan atau terdakwa dengan ancaman hukuman diatas liima tahun dalam proses hukum di kepolisian dan atau di pengadilan tidak didampingi penasihat hukum.

Padahal amanat Pasal 56 Ayat (1) UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP jelas mengamanatkan untuk ditunjuk penasihat hukum yang dapat mendampingi tersangka dan atau terdakwa tersebut.

Masih sering ditemukan ada berkas perkara dari polisi ke kejaksaan yang di dalamnya terdapat pernyataan dari si tersangka bahwa dirnya tidak mau memakai penasihat hukum di atas kertas bermeterai cukup dengan tanda tangan si tersangka.

Persoalannya apakah benar si tersangka tidak mau didampingi penasihat hukum? Apakah benar surat tersebut diketik rapih memakai komputer oleh tersangka? Apakah memang didalam tahanan ada fasilitas komputer yang disiapkan untuk setiap tahanan membuat surat untuk kepentingan dirinya sendiri? Padahal yang memiliki akses ke fasilitas-fasilitas semacam itu hanyalah aparat penyidik.

Keberadaan UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sesungguhnya memberikan ruang bagi tersedianya dukungan bagi organisasi pemberi bantuan hukum (OBH) untuk berperan serta menyediakan tenaga penasihat hukum untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Apalagi dananya tidak hanya tersedia melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun pemerintah daerah seperti Pemerintah Provinsi Papua Barat dapat menganggarkan dana dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) guna menjawab terpenuhinya hak warga masyarakat memperoleh bantuan hukum (legal aid) di masa depan.

Untuk itu, Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari memandang bahwa informasi mengenai pelayanan hukum melalui pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin (ekonomi, politik, sosial dan budaya) di Provinsi Papua Barat dan Tanah Papua mesti menjadi perhatian pemerintah daerah.

Melalui peringatan 40 tahun usia KUHAP, 31 Desember 2021 hendaknya masyarakat berhak memperoleh informasi tentang pemenuhan hak memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma disosialisasikan bersamaan dengan dilahirkannya Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Barat tentang Pemberian Bantuan Hukum tersebut.

Editor: Frifod

Copyright © TOP-NEWS.ID 2024 | Newsphere by AF themes.