JDP Inginkan Kasus Moskona Diselesaikan Adil dan Tempatkan Warga Aslinya Sesuai Hak Asasi Manusia
3 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Jaringan Damai Papua (JDP) dengan hormat memberi saran kepada Bupati Teluk Bintuni agar mempertimbangkan cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik di wilayah Distrik Moskona Barat secara khusus, dan di wilayah Moskona secara umum.
Hal ini JDP kemukakan berkaitan telah dilahirkannya Keputusan Bupati Teluk Bintuni Nomor : 188.45/C-69/2022 tentang Pembentukan Panitia Deklarasi Damai Konflik Sosial Wilayah Moskona Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2022, tertanggal 01 Desember 2022. Hal ini dikatakan anggota JDP Advokat Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan tertulis, Rabu (14/12/2022).
JDP memandang bahwa konflik sosial yang sedang terjadi di wilayah Moskona lebih banyak disebabkan, karena ketersediaan sumber daya alam hutan (kayu) yang melimpah.
Sehingga menjadi sumber terjadinya kegiatan eksploitasi yang selama ini terjadi semenjak hadirnya perusahaan-perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sejak 1980-an hingga kini. Akibatnya, masyarakat adat di wilayah Moskona telah terbiasa berinteraksi dengan perusahaan-perusahaan tersebut.
Hak ulayat mereka dikelola dengan sebagian besar berdasarkan perjanjian lisan yang menempatkan posisi masyarakat adat pada posisi yang tidak menguntungkan. Bahkan terkadang mereka bisa menjadi korban.
Seperti dalam catatan JDP, ada seorang warga sipil bernama Frans Aisnak yang dituduh terlibat pembunuhan terhadap seorang anggota Brimob di wilayah Moskon Selatan.
Padahal awal kasus tersebut, justru Frans Aisnak ini sedang menagih pembayaran hak ulayatnya dari perusahaan HPH yang bekerja di wilayah ulayatnya.
Kemudian dia ditangkap dan sempat mengalami penganiayaan dari sejumlah oknum petugas keamanan hingga digelandang ke Polda Papua Barat dan dihadapkan ke Pengadilan Negeri Manokwari dan divonis pidana penjara sebagai pelaku turut serta melakukan pembunuhan terhadap anggota Brimob.
Tapi sang pembunuh utama atau intelektual dader (otak pelaku)-nya tidak pernah bisa ditangkap oleh polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya hingga saat ini.
Berkenaan dengan penyelesaian damai terhadap konflik sosial di Moskona sesuai keputusan Bupati tersebut, JDP justru mendorong agar pentingnya Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni mempertimbangkan untuk mengedepankan terciptanya suasana damai dan ketenangan batin pada warga masyarakat penduduk asli wilayah Moskona lebih dahulu.
Warga masyarakat Moskona saat ini telah banyak meninggalkan kampungnya di Moskona dan mereka memilih turun dari Moskona dan menempati sejumlah wilayah pemukiman di Bintuni hingga ke Manimeri.
Karena itu, prioritas utama semestinya diberikan kepada warga masyarakat Moskona di Bintuni dan sekitarnya. JDP juga mencatat bahwa dahulunya ketika wilayah Kabupaten Manokwari akan dimekarkan menjadi Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni, maka terjadi peristiwa berdarah berdimensi pelanggaran HAM Wasior 2001.
Demikian juga dengan Bintuni yang diduga keras dikembangkan menjadi kabupaten baru, karena tuntutan akses pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperpendek dari Manokwari ke kota Bintuni.
Untuk ini, JDP sangat berharap jika Pemda Kabupaten Teluk Bintuni dan pihak-pihak lain memiliki kepentingan untuk mengembangkan wilayah Moskona menjadi kabupaten baru pecahan dari Kabupaten Teluk Bintuni.
Maka hendaknya hal itu diawali dengan menggunakan penelitian ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Jadi bukan dengan harus “mengorbankan” warga masyarakat asli Moskona untuk dikriminalisasi lebih dulu sebagai pelaku tindak pidana misalnya kepemilikan senjata api rakitan.
Atau penggelapan atau pencurian alat berat atau memberikan sokongan dana kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB). Yang kesemuanya itu terasa kurang adil, karena apabila wilayah Moskona kelak dapat menjadi cikal bakal Daerah Otonom Baru (DOB).
Maka bukan saja warga Moskona yang akan langsung menikmatinya, tapi justru lapangan kerja baru akan tersedia bagi warga non Moskona dan warga non Papua.
JDP sangat menginginkan kasus Moskona sebaiknya diselesaikan dengan senantiasa menempatkan warga asli Moskona sebagai subjek utama dan diperlakukan secara adil menurut prinsip-prinsip hukum, hak asasi manusia dan demokrasi yang diatur dalam UUD 1945 serta aturan perundangan yang berlaku.
Sumber: Advokat Yan C Warinussy, SH
Editor: Frifod