Tersangka Isak Sattu Bebas, Yan C Warinussy Desak Dewan HAM Jenewa Pantau Perkembangan Penegakan Hukum di Indonesia
2 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Advokat Yan Christian Warinussy, SH menilai penjatuhan vonis bebas kepada terdakwa tinggal dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua tahun 2015 atas nama Mayor Purnawirawan Isak Sattu, adalah bentuk konkret dari tidak adanya penghargaan negara bagi nilai dan prinsip HAM yang dianut dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Utamanya adalah keinginan memperoleh keadilan dari para korban dan keluarganya di Paniai yang dari awal telah menolak hadir dalam persidangan kasus pelanggaran HAM Paniai 2015 di Pengadilan HAM Makassar ini.
LP3BH menilai bahwa putusan Majelis Hakim yang mengadili perkara terdakwa Isak Sattu sudah berhasil mengungkapkan fakta yang menunjukkan bahwa dugaan keras telah terjadi serangkaian tindakan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang melibatkan aparat TNI dari Kodim dan Pasukan Khas TNI AU maupun beberapa anggota BIN serta aparat Polisi setempat.
Namun sayang sekali, karena baik majelis hakim maupun juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia belum mampu membuktikan siapa komandan lapangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Bebasnya terdakwa Isak Sattu semakin menunjukkan kepada kita dan dunia, betapa lemahnya sistem penegakan hukum di bidang perlindungan HAM di Indonesia hingga saat ini. Sehingga diperlukan segera reformasi hukum di sektor promosi dan perlindungan HAM itu sendiri,” kata Yan dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Jumat (9/12/2022).
Menurutnya, langkah utama mesti dimulai dari revisi terhadap UU No 39 Tahun 1999 dengan melakukan penyesuaian dengan beberapa perkembangan putusan hakim dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, termasuk kasus Paniai.
Serta pula tentu menyimak beberapa ketentuan dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang baru saja disahkan dalam sidang DPR RI tanggal 6 Desember 2022 lalu.
“Sebagai Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, saya mendesak pula Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss untuk ikut memantau dengan bijak perkembangan penegakan hukum di Indonesia, khusus bagi kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua yang hingga kini terlihat sangat sulit bahkan terkesan ikut disulitkan oleh negara guna memperoleh keadilan bagi Orang Asli Papua secara luas dan khususnya bagi korban-korban dalam kasus Wasior, Wamena, Paniai dan lainnya,” tandasnya.
Editor: Frifod