Pendidikan Papua di Mata Samuel Tabuni
5 min read“Saya berharap, pendidikan yang kita bangun bersama di Tanah Papua bisa melahirkan para ahli diberbagai bidang. Bekali ilmu dan pengalaman kita selagi ada kesempatan.” (Samuel Tabuni, MSI, MAJED)
TOP-NEWS.id, JAYAPURA – Lembaga Riset Ekonomi Politik (LEMPAR) Papua dan Peace Literacy Institute Indonesia di Papua menggagas diskusi publik yang diperuntukkan bagi para mahasiswa, pemuda dan aktivis gereja, termasuk pegiat literasi di Jayapura, Papua.
Diskusi publik mengangkat tema “Pendidikan Papua di Mata Samuel Tabuni”, yang diselenggarakan di Aula Susteran Maranatha Waena, Kota Jayapura, Papua, Senin (28/11/2022).
Diskusi berlangsung kurang lebih satu setengah jam ini difokuskan pada pendalaman pemikiran dan pandangan Samuel Tabuni sebagai seorang tokoh muda/milenial Papua yang telah melakukan beberapa terobosan dalam dunia pendidikan di Papua melalui Papua Language Institute (PLI) dan International University of Papua (IUP).
Selama diskusi terdapat beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh pemerhati pendidikan Tanah Papua Samuel Tabuni berkaitan dengan tantangan pendidikan di Papua yang telah diamatinya secara konsisten dalam kurun waktu 15 tahun terkahir.
Menurut pemerhati pendidikan tentunya Founder & CEO Papua Languange Institut (PLI) dan Yayasan Maga Education Papua (YMEP), sumber daya manusia (SDM) Papua khususnya orang asli Papua (OAP) yang tertinggal ini bukan, karena keinginannya menjadi tertinggal atau terbelakang, melainkan mereka menyerah berhadapan dengan kondisi real pendidikan di akar rumput, khususnya di pelosok daerah yang memprihatinkan.
”Kita bisa lihat, hampir di setiap distrik pasti terdapat fasilitas pendidikan penunjang untuk sekolah dasar (SD). Sementara itu, untuk SMP/SLTP tidak di setiap distrik ada, bahkan gabungan empat atau lima distrik baru hanya ada satu SMP/SLTP. Belum lagi SMA/SLTA, ini kebanyakan hanya ada di ibukota/ kabupaten,” ungkap bos PLI dan YMEP Samuel Tabuni dalam siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (29/11/2022).
“Kalau mau jujur, melihat anak-anak kita yang lahir di pedalaman mungkin mereka bisa sekolah (SD). Katakanlah yang lulus kelas VI ada 15 anak. Dari 15 anak ini kalau mau lanjut sekolah di SMP, maka mereka harus rela berjalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya di jalan yang rusak pula,” ungkap pemerhati pendidikan ini lagi.
Pemuda milenial Papua ini menambahkan bahwa belum tentu 15 anak-anak tersebut bisa bertahan hingga lulus SMP.
Dijelaskan Samuel, katakanlah yang lulus 10 orang anak bertahan hingga lulus SMP. Sebanyak 10 orang ini belum tentu punya kesempatan melanjutkan pendidikan ke SMA, jadi mungkin hanya 5 orang yang berhasil lanjut ke SMA.
Jadi, ada orangtua yang berjuang mati-matian mengirimkan anaknya ke kota untuk sekolah di SMA. Tapi bagi anak-anak yang iba dan sadar akan kondisi ekonomi orangtuanya kadang harus rela memilih untuk tetap di kampung membantu orangtuanya di kebun atau berburu.
“Inilah kenyataannya, bagi anak-anak OAP yang lahir di pedalaman. Untuk sekolah saja perjuangannya mati-matian. Mereka (anak-anak pedalaman) berjuang, karena jarak tempuh ke sekolah yang jauh, berjuang karena keterbatasan fasilitas pendidikan yang memadai, berjuang karena dididik oleh guru yang terbatas, berjuang karena kondisi ekonomi orangtua yang tidak sepenuhnya dapat menunjang kebutuhan anak-anak kita di sekolah,” kata Samuel Tabuni dengan nada miris yang prihatin pendidikan anak-anak Papua.
Bagi Samuel Tabuni, kondisi di atas adalah realitas yang harus kita atasi bersama-sama, di mana setiap elemen masyarakat yang memiliki kapasitas untuk bisa membantu pemerintah dalam rangka mewujudkan pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat, terutama yang berada di daerah yang terisolasi, terpencil dan terbelakang.
Pemerintah Perlu Didorong Bangun SDM Papua
Pendiri PLI dan Founder International University of Papua (IUP) ini berharap agar pemerintah didorong untuk membantu dalam usaha membangun SDM Papua yang mumpuni di masa mendatang.
Selain itu, Founder YMEP Samuel Tabuni juga menegaskan bahwa semangat dan kesadaran kolektif untuk sungguh-sungguh berjuang mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu hingga ke perguruan tinggi harus menjadi bagian dari setiap individu yang hidup dan lahir di atas tanah ini (Papua).
“Pendidikan menjadi satu-satunya jalan paling masuk akal yang bisa ditempuh untuk mewujudkan perubahan di atas Tanah Papua,” tegas putra kelahiran Nduga.
Dalam diskusi tersebut, Samuel Tabuni merangkumi dan mengupas pentingnya pendidikan bagi SDM OAP, yakni:
1. Pendidikan mestinya tidak hanya menjadikan kita pintar dan berwawasan saja, melainkan juga menjadikan kita semakin mencintai identitas asli (bahasa, tradisi dan lain sebagainya) yang melekat pada diri setiap kita orang Papua.
2. Pendidikan menjadikan kita mampu berpikir kritis dalam merespons segala peristiwa yang terjadi di atas Tanah Papua secara bertanggungjawab. Tidak mudah terprofokasi dengan berbagai isu hoax yang berpotensi menjadikan kita terpecah belah.
3. Pendidikan yang benar mejadikan orang Papua berhikmat dan bijaksana dalam mengambil keputusan yang tepat dalam banyak hal, termasuk dalam usaha membangun negeri yang kita cintai ini.
4. Negara telah memberikan banyak terobosan dalam dunia pendidikan, khususnya yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan melelaui berbagai program, termasuk program merdeka belajar.
Hal ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk membangun pendidikan yang juga konstekstual yang membuat kita tidak tercerabut dari akar.
5. Tanggungjawab membangun SDM unggul di Tanah Papua ini diletakan TUHAN di pundak semua orang Papua.
“Karena saya sadar, saya sendiri memiliki keterbatasan sehingga tidak bisa menolong semua orang. Oleh karena itu, saya mengajak kita semua untuk benar-benar mempersiapkan diri sebaik-baiknya, bekali dengan ilmu dan pengalaman cukup selagi ada kesempatan. Semua ini semata agar kita dapat membangun negeri ini bersama-sama dengan keahliannya masing-masing,” ujarnya.
6. Kita tidak bisa menyalahkan Jakarta atas ketertinggalan dan keterbelakangan dalam sektor pendidikan di atas Tanah Papua. Jakarta justru perlu ditolong oleh kita yang lahir dan hidup di atas Tanah Papua ini.
“Saya berharap pendidikan yang kita bangun bersama di atas tanah ini, dapat melahirkan para ahli yang berasal dari suku-suku yang tersebar di tujuh wilayah adat di atas Tanah Papua. Yaitu, ahli didalam berbagai bidang, sehingga kita bisa membantu Pemerintah Pusat dalam membangun negeri Papua ini,” tandas pemerhati pendidikan dan peduli Tanah Papua ini.
Sumber: Abdiel Fortunatus Tanias,
Direktur Media Centre YMEP
Editor: Frifod