Memasuki Tahun 2022, LP3BH Manokwari Minta Pemerintahan Jokowi Segera Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM di Tanah Papua
3 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Hingga menjelang akhir 2021 Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat mencatat bahwa berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat di Tanah Papua belum diselesaikan oleh Negara Republik Indonesia sesuai prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.
Sesungguhnya Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia telah memiliki mekanisme hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat.
Indonesia telah memiliki hukum materil tentang HAM yang termuat dalam Undang-Undang (UU) RI No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian Indonesia juga telah memiliki hukum formal HAM yang termuat dalam UU RI No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Bahkan Indonesia juga telah meratifikasi beberapa kovenan dan konvensi internasional tentang HAM. Seperti Kovenan internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (sipil) maupun Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob).
Juga Deklarasi Universal Tentang HAM pada beberapa bagiannya telah diadopsi ke dalam UUD 1945 serta aturan hukum lain mengenai HAM di Indonesia.
“Sehingga sebagai Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, saya melihat bahwa sesungguhnya terdapat ruang hukum yang sangat memadai bagi penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua saat ini. Apalagi semenjak diundangkannya UU RI No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pada tanggal 21 November 2001,” ujar Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Advokat Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Rabu (29/12/2021) malam.
Di mana, menurut Yan, dalam konsideran menimbang huruf e dengan jelas terdapat “pengakuan” negara bahwa persoalan pelanggaran HAM termasuk salah satu isu krusial yang belum dilaksanakan oleh negara sepanjang masa sebelum adanya kebijakan Otsus bagi Tanah Papua.
Itulah sebabnya di dalam amanat Pasal 45 dan Oasal 46 serta Pasal 47 UU Otsus Papua tersebut disediakan mekanisme dan prosedur penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM (berat) tersebut di Tanah Papua.
Sayangnya, kata Yan, selama 20 tahun kebijakan Otsus diberlakukan di Tanah Papua sama sekali amanat Pasal 45 dan Oasal 46 maupun Pasal 47 tersebut tidak dibahas ataupun disentuh sama sekali.
“Ironis memang, tapi inilah fakta yang terjadi yaitu bahwa persoalan dan harapan serta amanat penderitaan para korban dan keluarga korban kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Wasior 2001, Wamena 2003, Paniai 2014 dan Manokwari 2016 hingga kini belum terjawab oleh negara,” ungkapnya.
Meskipun ada langkah pembentukan Tim Penyidik Kasus Paniai dengan kekuatan 22 Jaksa Senior oleh Jaksa Agung RI belum lama ini. Namun langkah tersebut masih penuh teka teki, apakah akan maju dan memulai menindaklanjuti hasil penyelidikan yang telah bertahun-tahun dikerjakan oleh Komnas HAM RI sebagai lembaga penyelidik sesuai amanat UU RI No 26 Tahun 2000?
“Ataukah akan sekedar “lip service” belaka yang mengemuka jelang peringatan 76 tahun hari HAM Internasional 2021 lalu, bagi saya selaku salah satu advokat dan pembela HAM (Human Rights Defenders) di Tanah Papua, kami bersama para korban dugaan pelanggaran HAM berat tersebut ingin melihat dan menyaksikan dan merasakan bagaimana negara mampu membawa para pelaku dan atau terduga pelaku pelanggaran HAM Wasior, Wamena, Paniai, Manokwari, dan pembunuhan Pendeta Zenambani serta kasus lainnya ke hadapan Pengadilan HAM di Tanah Papua untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan keputusannya yang telah meninggalkan bekas luka derita panjang korban dari masa ke masa di tanah Papua,” ungkapnya.
Untuk itu, kata pembela HAM Papua ini meminta kiranya 2021 yang akan kita lalui menjadi momentum penting bagi dimulainya langkah konkrit negara di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk meletakkan dasar penting sebagai legacy bagi penegakan hukum dalam konteks penyelesaian kasu dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, baik melalui jalur hukum maupun melalui cara pengungkapan kebenaran di awal 2022 mendatang.
Editor: Frifod