Kondisi Gawat Melanda Inggris, Ini Fakta-faktanya
4 min readTOP-NEWS.id, JAKARTA – Kondisi gawat sedang melanda Inggris. Krisis terjadi mulai naiknya harga gas, listrik, BBM (bahan bakar minyak) hingga kelangkaan stok makanan. Tarif listrik naik ke titik tertinggi, bahkan hingga jutaan rupiah.
Harga kontrak pembelian listrik untuk industri juga mendekati rekor tertinggi. Antrean kendaraan hendak membeli BBM terlihat memanjang di SPBU negeri itu. Rak-rak makanan juga dilaporkan kosong di swalayan.
“Kami tahu ini akan menjadi tantangan dan itulah mengapa kami tidak meremehkan situasi yang kami hadapi,” kata Menteri Bisnis Kecil Inggris Paul Scully seperti dilansir CNBC Indinesia, akhir pekan kemarin dan dikutip, Selasa (28/9/2021).
Apa saja fakta-fakta yang meliputi krisis negeri Pangeran William dan Harry ini:
1. Naiknya harga gas dan listrik
Krisis di Inggris dimulai dari krisis gas yang menghantam Eropa. Harga gas melambung tinggi di kawasan tersebut, bahkan naik 250 persen sejak Januari 2021.
Salah satu alasan mengapa harga mengalami kenaikan, adalah dibukanya kembali ekonomi negara-negara setelah penguncian akibat Covid-19.
Ini dikombinasikan dengan masuknya musim dingin yang mendorong permintaan lebih tinggi, baik di Eropa maupun Asia.
Pasokan gas juga berkurang akibat penghentian produksi di fasilitas milik Amerika Serikat (AS). Ini juga akibat pengetatan aturan pasar karbon di Uni Eropa (UE).
Ada juga isu manipulasi perusahaan gas Rusia, Gazprom untuk mendongkrak harga. Belum lagi listrik tenaga angin yang tak maksimal berfungsi saat musim dingin.
Akibat hal ini, sejumlah negara terpukul keras, di antaranya Inggris. Di Inggris, tagihan listrik warganya saat ini merupakan yang paling mahal di Eropa.
Tarif listrik telah naik tinggi, bahkan mencapai 475 pound atau sekitar Rp 9,3 juta. Harga kontrak pembelian listrik juga mendekati rekor tertinggi di Inggris, karena banyaknya listrik yang diimpor dari Perancis.
Tak sampai di situ saja, industri energi pun terancam bangkrut berjamaah. Harga produksi listrik rata-rata 291,18 euro (Rp 4,8 juta) per megawatt-jam.
2. BBM dan Makanan Langka
Inggris kini mengalami kelangkaan produk makanan. Beberapa produk terlihat sudah mulai kosong di rak-rak supermarket Inggris.
Kenaikan harga gas telah berimbas pada ditutupnya dua pabrik pupuk besar di Teesside dan Cheshire. Pabrik ini diketahui menghasilkan karbon dioksida (CO2) sebagai produk sampingan.
CO2 digunakan untuk penyembelihan dan sistem pendingin guna memperpanjang stok makanan, seperti daging, unggas bahkan minuman bersoda.
Kepala Eksekutif Asosiasi Pengelola Daging di Inggris mengatakan, dua minggu lagi kemungkinan produk-produk akan menghilang di rak-prak supermarket.
“80 persen babi dan unggas disembelih dengan proses ini,” tegasnya, dikutip Sky News.
Hal sama juga dikatakan perusahaan penyuplai makanan Inggris, Bernard Matthews dan 2 Sisters Food Group. Pasokan kalkun untuk Natal misalnya terancam.
“Sekarang tanpa pasokan CO2, Natal bisa batal,” papar pemilik perusahaan Ranjit Singh Boparan.
Di sisi lain, SPBU, mulai terlihat juga antrean panjang kendaraan yang ingin mengisi bahan bakar. Kendaraan itu mulai memadati pom bensin yang masih memiliki stok bahan bakar.
Pelaku pasar cemas mendengar kabar dari Inggris. BP, raksasa migas Negeri Big Ben mengungkapkan bahwa hampir sepertiga SPBU kehabisan dua jenis bahan bakar utama.
“Dengan tingginya permintaan dalam beberapa hari terakhir, kami memperkirakan sekitar 30 persen SPBU tidak memiliki persediaan bahan bakar utama. Kami akan mengupayakan pasokan kembali tersedia secepat mungkin,” sebut pernyataan tertulis BP.
Harga gas alam yang semakin mahal membuat kendaraan bermotor harus bersaing dengan industri untuk bertahan hidup. Mahalnya harga gas alam yang melonjak 35,44 persen dalam sebulan terakhir membuat dunia usaha berpaling ke BBM sebagai sumber energi.
3. Defisit sopir truk
Di saat harga gas naik, Inggris juga mengalami gangguan distribusi. Gangguan ini disebabkan oleh kurangnya jumlah sopir truk di negara itu akibat peraturan imigrasi yang semakin ketat pasca Brexit.
Hal ini, membuat sopir truk yang kebanyakan merupakan imigran harus segera pulang ke negaranya. Ini membuat pengiriman menjadi terhambat.
Beberapa pengusaha memutar otak untuk itu. Mereka bahkan memberikan insentif agar ada lebih banyak yang mengambil pekerjaan tersebut.
Bahkan ada yang menawarkan gaji 70.000 poundsterling atau 95.750 dollar AS per tahun, setara Rp 1,36 miliar (kurs Rp 14.200). Selain itu, ada pula bonus untuk bergabung senilai 2.000 poundsterling.
4. Hidupkan lagi batu bara
Dengan adanya krisis gas ini, London akhirnya memilih untuk kembali menggunakan batu bara. Hal ini diakui perusahaan pembangkit listrik, Drax, yang memiliki PLTU terbesar di negara itu.
“Fasilitas ini (PLTU) telah memenuhi peran penting dalam menjaga lampu warga agar tetap menyala saat sistem energy berada di bawah tekanan yang cukup besar,” ucap Drax dalam sebuah pernyataan ke AFP.
Editor : Frifod