234 Ribu Masyarakat Indonesia Meninggal Karena Kanker, Deteksi Dini Dapat Selamatkan Hidup
3 min readTOP-NEWS.id, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, sekitar 234.000 masyarakat Indonesia meninggal karena kanker. Diakui Menkes, kanker merupakan pembunuh ketiga sedangkan kanker serviks adalah pembunuh terbanyak wanita di Indonesia.
Hal itu disampaikan Menkes Budi dalam kegiatan talkshow dan launching Rencana Aksi Nasional (RAN) Eliminasi kanker leher rahim atau serviks di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Sabtu (15/12/2023) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.
Kegiatan tersebut bertujuan akselerasi eliminasi kanker leher rahim di Indonesia dengan mengangkat tema Bersama Selamatkan Perempuan Indonesia dari Kanker Leher Rahim.
“Sekitar 234.000 masyarakat Indonesia yang meninggal karena kanker, dan kanker serviks adalah pembunuh kedua wanita di Indonesia,” katanya.
Kanker serviks, lanjut Menkes, disebabkan oleh virus dan itu dapat dieliminasi. Sebab, 80% hingga 90% kanker serviks dapat dieliminasi apabila terdeteksi secara dini.
“Untuk kanker, kalau stadiumnya masih dini, sekitar 80% hingga 90% bisa sembuh kembali. Tapi, kalau stadium lanjut, 80%-90% itu fatal dan mengakibatkan kematian,” tambah Menkes Budi.
Ia pun menjelaskan, beberapa program untuk mengeliminasi kanker leher rahim. Yang pertama, program melakukan imunisasi HPV untuk anak usia kelas 5 dan 6 SD dan remaja.
Setelah program imunisasi dilakukan, program kedua yang akan dilakukan adalah membuat vaksin HPV.
Vaksin HPV di Indonesia masih sangat kurang dibandingkan dengan populasi penerima vaksin. Vaksin HPV Itu harganya mahal karena ketersediaan vaksin tidak sebanding dengan populasi yang ada.
“Sekarang sudah ada namanya (vaksin HPV) Nusagard. Kita harap ke depannya lebih banyak lagi yang bisa kita produksi di Bio Farma. Karena vaksinnya di level dunia juga kurang,” ucap Menkes Budi.
Teknologi deteksi dini saat ini juga telah berkembang dengan adanya pemeriksaan HPV DNA yang menggunakan teknologi Polymerase chain reaction (PCR).
Karena itu, ia menyampaikan rencana selanjutnya adalah menyediakan fasilitas untuk melakukan
pemeriksaan HPV DNA berbasis PCR.
Saat ini, terdapat 16 provinsi yang akan difasilitasi PCR.
Sebelum 2030, Kementerian Kesehatan menargetkan semua kabupaten/kota akan mendapatkan fasilitas pemeriksaan HPV DNA berbasis PCR agar deteksi dini kanker bisa dengan mudah dilakukan.
Program berikutnya yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, yakni terapi.
“Seluruh puskesmas akan diberi alat yang namanya thermal ablation (ablasi termal) yang mudah digunakan. Dengan adanya alat tersebut, apabila terdapat lesi maka bisa diterapi langsung dan dirawat di puskesmas,” tegas Budi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu dalam sambutannya menyampaikan, WHO telah mencanangkan strategi global untuk eliminasi kanker leher rahim pada tahun 2018 sampai tahun 2030. Strategi ini meliputi tiga intervensi.
“Intervensi yang dilakukan yaitu imunisasi, skrining menggunakan tes performa tinggi, serta pengobatan sesuai standar,” kata Dirjen Maxi.
WHO menargetkan 90% wanita harus diimunisasi. Sebelum 2030, imunisasi HPV juga dilakukan untuk remaja pria.
“Indonesia menargetkan hal yang sama,” lanjut Dirjen Maxi.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut adalah Santi (47) yang merupakan penyintas kanker serviks. Santi menceritakan awalnya ia mengalami pendarahan dan sakit yang luar biasa.
Selanjutnya, Santi langsung berkonsultasi ke rumah sakit di daerah Jakarta.
“Awalnya, itu adalah miom dan kista. Saya dianjurkan untuk melakukan pengangkatan miom dan kista tapi nyerinya nggak hilang. Jadi, saya konsultasi lagi ke dokter, dibiopsi, dan hasilnya keluar setelah 14 hari. Setelah hasilnya keluar, dicurigai adanya sel tumor ganas dan dinyatakan terkena kanker serviks stadium 1 B,” ungkap Santi.
Dengan semangat dan dorongan dari keluarga, Santi tidak membiarkan penyakitnya begitu saja. Santi terus datang ke rumah sakit untuk berkonsultasi, menjalani pengobatan, dan melakukan operasi pengangkatan rahim.
“Saya ikhtiar, saya bismillah, mungkin dengan diangkat rahimnya saya akan sehat saya akan sembuh,” kata Santi saat menceritakan perjuangannya melawan kanker dalam kegiatan tersebut.
Setelah melakukan operasi dan menjalani pengobatan radioterapi, Santi saat ini telah dinyatakan sembuh dari kanker serviks.
Sumber : Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI